Loading...

Al Madinah Islamic Boarding School

CAMP TAHFIDZ – PROGRAM ISTIMEWA PENGISI LIBURAN ALA SANTRI AL MADINAH

Saat kelas IX SMP mengikuti Ujian Sekolah Berbasis Nasional (USBN), siswa kelas VII dan VIII Al Madinah mengisi libur tersebut dengan camp Tahfidz. Camp Tahfidz kali ini diselenggarakan di luar lingkungan sekolah tepatnya di daerah Alahan Panjang kawasan Surau Tuo Kayu Jao, surau tertua di Sumatera Barat dan tertua kedua se-Indonesia. Surau ini berumur lebih dari 500 tahun.

Hampir semua siswa dan para guru pembina Tahfidz takjub dan kagum dengan suasana yang tersuguh di kawasan Surau Tua ini. Begitu tenang, sejuk, dan indah. Sangat sesuai dengan program Tahfidzul quran yg butuh ketenangan.

Ust. Dermono Pendra selaku ketua panitia program camp Tahfidz ini mengungkapkan rasa syukur yg sangat dalam berkat terselenggaranya program ini.
“Alhamdulillah utk pertama kalinya kita menggarap program Tahfidzul quran di luar lingkungan sekolah dan mendapatkan tempat yang luar biasa ini. Target kt selama 3 hari ini santri mampu menghapal hapalan baru minimal 3 halaman. InsyaAllah untuk kedepannya agenda dan program camp Tahfidz ini akan jd agenda tahunan Al Madinah dan tidak memungut biaya sepersenpun dari santri.” (red)

Al Madinah Islamic Boarding School

SELEKSI GELOMBANG KE 2 –
CALON SANTRIWAN DAN SANTRIWATI AL MADINAH TUMPAH RUAH

Seleksi penerimaan santri baru gelombang ke 2, tahun pelajaran 2019-2020 telah selesai. Seleksi gelombang ke 2 ini berlangsung sehari penuh yakni Minggu 31 Maret 2019. Calon santri yang datang bukan hanya dari Sumatera Barat namun banyak dari luar Sumatera Barat seperti Bandung, Medan, Kerinci, Jambi, dan daerah lainya.

Banyak respon positif serta perasaan takjub orang tua yang datang dan melihat suasana asri kampus Al Madinah. Seperti yang diungkapkan Ernawati, salah satu orang tua calon Santri dari Kerinci yang tampak kagum dengan keramahtamahan para ustadz/zah dalam melayani, gedung serta udara yang nyaman dan suasana asri yang mengelilingi. Beliau sangat berharap agar anaknya lulus dan dapat menjalani pendidikan di Al Madinah.

Kampus Al Madinah memang terletak di tempat yang strategis dengan suasana pegunungan yang sangat indah. Ini juga jadi penunjang Santri untuk menimba ilmu dan menghapal quran.

Di sisi lain, banyak orang tua yang merasa khawatir jika anak mereka tidak lulus dalam seleksi penerimaan santri kali ini. Hal ini dikarenakan kuota santri yang diterima tahun ini hanya dua kelas untuk putra dan dua kelas untuk putri. Total maksimal 100 orang Santri baru. Aturan ini memang dilatarbelakangi oleh konsep pendidikan Al Madinah yang bercita-cita untuk menjadi kampus dan pondok pesantren yang melahirkan santri dengan kualitas terbaik bukan kuantitas. Dengan demikian, membatasi kuota penerimaan santri menjadi salah satu pilihan untuk mewujudkannya. Hal lain adalah untuk mengintensifkan pembinaan akhlak, ibadah, dan akademik para santri. (red)

Al Madinah Islamic Boarding School

RIHLAH KELAS IX – MELEPAS BEBAN DAN MERILEKSKAN PIKIRAN SEBELUM BERTARUNG DI USBN DAN UNBK 2019

Dua hari yang lalu, tepatnya Minggu tgl 30 Maret 2019 menjadi hari yang begitu menyenangkan bagi santri kelas IX. Mereka bersama wakil kurikulum dan beberapa orang guru berangkat rihlah menjelajahi beberapa tempat wisata di Sumatera Barat.

Kegiatan rihlah memang sudah diagendakan sebelumnya. Kegiatan rihlah tersebut bertujuan untuk merehatkan sejenak tubuh dan pikiran para santri dari rutinitas belajar untuk persiapan USBN dan UNBK tahun 2019. Kebersamaan dan rasa kekeluargaan begitu terlihat dalam kegiatan ini. Para Santri begitu menikmati kebersamaan yang terjalin dengan para guru.

Pihak sekolah juga memberikan waktu kepada santri untuk istirahat di rumah selama beberapa hari. Selain istirahat di rumah, Santri juga diberikan amanah untuk meminta maaf dan memohon doa restu kepada kedua orang tua agar ujian nanti dapat berjalan lancar dan sukses. (red)

SMP-Al-Madinah — Sebagai seorang guru, kita banyak menemui berbagai macam anak dengan perilaku yang berbeda-beda. Ada anak yang pendiam dan cenderung mengasingkan diri dari temannya atau sebaliknya, anak dengan perilaku yang berlebihan energinya seakan-akan tidak pernah capek atau sebaliknya, anak yang suka usil dengan temannya, anak yang sangat manja dengan kita sebagai gurunya, anak yang mandiri dan tanggung jawab, anak yang dengan mudah mengusai dan memahami materi pelajaran yang kita berikan atau sebaliknya, anak yang mudah fokus namun ada anak yang perhatiannya mudah teralihkan. Perilaku tersebut mungkin hanya sebagian dari perilaku anak-anak kita yang kita temui setiap hari.

Pada saat kita di kelas dan kita menemukan anak-anak dengan perilaku yang baik, sopan, santun, penurut, fokus dan dapat menguasai dan memahami materi pelajaran yang kita berikan dengan mudah maka kita akan merasa senang dan nyaman belajar bersama anak-anak. Namun pada saat kita menemukan anak dengan perilaku kompulsif (tidak patut) tidak bisa diam di kelas atau muter-muter (jawa), suka mengusili temannya, tidak perhatian saat kita berbicara, cuek dengan lingkungan sekitarnya, perhatiannya tidak fokus, keras kepala, merasa bosan dengan rutinitas dan nilai akademiknya yang jauh di bawah rata-rata maka perasaan kita akan tidak nyaman dengan anak tersebut dan kita dibuat pusing dengan olah anak tersebut sehingga kadang secara tidak sadar kita akan mengatakan tidak sanggup mengajar anak dengan kondisi tersebut karena mungkin anak tersebut memiliki gangguan pada otaknya. Sebelum saya mulai hal yang berkaitan dengan perilaku anak yang saya sebutkan di atas, saya ceritakan terlebih dulu kisah seorang anak.

Sebuah kisah seorang anak laki yang berumur enam tahun, pada saat lahir kepalanya besar. Diperkirakan punya penyakit otak. Ketiga kakaknya meninggal waktu lahir. Ibu anak laki ini tidak setuju dengan pendapat tetangga dan anggota keluarga yang lain bahwa anak laki ini mungkin abnormal.Pada waktu dimasukan sekolah, anak itu didiagnosa sakit jiwa oleh gurunya. Karena diperlakukan demikian, sang Ibu marah dan anak itu ditarik dari sekolah untuk diajarkannya sendiri. Ternyata anak itu di kemudian hari menemukan listrik, lampu, fonograf dan mikrofon, namanya Thomas Alva Edison (Gortzel dan Goestzel, 1962 dalam Kitano dan Kirby, 1986). Del North di Amerika, bahwa ia punya seorang putra berusia 7 tahun, para gurunya mengatakan bahwa ia tidak bisa kembali bersekolah kecuali memberinya obat Ritalin. Di kelas ia suka melamun, dan gurunya di kelas dua berkata bahwa ia takkan mengizinkan anak saya masuk sekolah sampai diobati. Di kelas satu, prestasinya baik tetapi gurunya tidak menyukainya.Saya telah membawanya ke dua dokter, dan dokter tersebut tidak bersedia memberinya obat karena setelah dites ia ternyata seorang genius.

Dari dua contoh kasus di atas menunjukkan bahwa mungkin bisa terjadi anak yang kita temui di dalam kelas setiap hari seperti yang terurai di atas dengan perilaku yang menjengkelkan menurut kita ternyata adalah anak yang memiliki intelektual bagus. Memang dapat ditemui bahwa ada anak dengan intelektual bagus tapi prestasi akademiknya tidak seperti potensi yang dimilikinya, anak yang demikian dikenal dengan underachiever. Home Gaskill Hutchkin (1988, dalam Colangelo, 1991) dan Kitano dan Kirby (1986) menyatakan yang disebut underachiever anak berbakat adalah kinerja yang secara signifikan berada di bawah potensinya. Semiawan (1997) underachiever adalah Anak berbakat dengan prestasi belajar kurang. Anak Berbakat Berprestasi Kurang (Underachiever) adalah anak berbakat yang menampilkan prestasi akademiknya lebih rendah secara berarti daripada potensi akademiknya, sehingga membutuhkan untuk bantuan dan fasilitasi yang sesuai untuk dapat mengoptimalkan perkembangan potensinya(Wahab, 2005).

Sekiranya “kendinya terisi penuh”, yaitu bila bakatnya teraktualisasi secara optimal, mungkin saja lahir Einstein Indonesia, sedangkan bila semua kemungkinan yang dimilikinya sebagai bakat dan kodrat sejak lahir tidak terwujud, semuanya akan mubazir (Semiawan, 1997). Anak berbakat akan mencapai prestasi belajar tinggi (superachiever) atau prestasi belajar kurang(underachiever) bergantung dari rumah, sekolah, dan teman sebaya. Lingkungan sekolah yang kurang menghargai hasil belajar tinggi akan menyebabkan anak berbakat tidak memperoleh kepuasan intrinsik dari hasil upayanya. Lingkungan sekolah yang demikian salah satu cirinya adalah : Lingkungan sekolah yang menginginkan semua anak belajar dengan materi, kecepatan dan gaya belajar sama, Guru yang kurang memperhatikan kualitas karya anak (Semiawan, 1997). Condron(2003) bahwa hanya sedikit orang yang cukup mengetahui tentang cara belajar agar mampu mengajar anak-anak yang masih belia ini secara memadai. Karena dibiarkan tak dikenali dan tidak mendapat rangsangan, anak-anak ini lalu melamun dalam upaya melepaskan diri dari rasa bosan, atau mereka akan menjadi malas karena upaya mereka yang tidak sepenuh hati seringkali menentukan jenjang kelas, jadi untuk apa bersusah payah lebih dari yang diperlukan?. Anak dengan intelektual bagus namun tidak mendapatkan porsi belajar sesuai dengan kapasitas intelektualnya maka akan menyebabkan anak menjadi trouble maker di dalam kelas karena merasa bosan dengan rutinitas.

Semiawan (1997), Anak berbakat dengan prestasi belajar kurang memperlihatkan ciri sebagai berikut :

  1. Sikap tidak matang dalam arti sosial dengan memperlihatkan sikap ditolak oleh sebayanya, antagonis, sikap permusuhan.
  2. Sikap negatif terhadap pekerjaan sekolah dikaitkan dengan kebiasaan belajar yang kurang baik, kegagalan menyelesaikan tugas, kegagalan menguasai keterampilan dasar, kinerja tes yang kurang, mudah teralihkan perhatian, phobia sekolah, memiliki motivasi rendah kecuali untuk bidang intern yang amat khusus, kurang tekun, aspirasi rendah dan memiliki standar yang tidak realistik.
  3. Memiliki perasaan inferior dan sikap defensif, kecenderungan menyalahkan orang lain dan berperilaku agresif(Kitano dan Kirby, 1986).
  4. Rasa harga diri rendah yang menghasilkan perilaku tidak produktif dan bahkan menjurus “belajar ketergantungan pada orang lain” (learned helplesness; Seligman, 1975 dalam Colangelo, 1991).

Untuk mengatasi masalah pada anak underachiever (Rimm, dalam Colangelo, 1991 dalam Semiawan 1997) kerjasama antara sekolah dan orang tua murid sangat diperlukan, kerjasama tersebut diantaranya :

  1. Assessment. Dilakukan kerjasama dengan psikolog, guru, konselor dan orang tua. Untuk asesmen pertama diperlukan tes intelegensi individu yaitu tes WISC-R atau Stanford Binet harus secara individu. Selama tes harus diperhatikan gejala-gejala ketegangan, perhatian terhadap tugas, ketekunan terhadap tugas, respons terhadap frustasi, pendekatan pengatasan masalah dan respons etrhadap upaya mendorong. Dilakukan tes keterampilan dasar CALISTUNG. Jika dimungkinkan dilakukan tes kreativitas.
  1. Komunikasi. Dilakukan antara orang tua dan guru untuk meremedi prestasi belajar kurang. Komunikasi ini tidak saling menyalahkan namun mencakup diskusi yang dinilai, kemajuan belajar yang dievaluasi, dan model belajar yang harus dilanjutkan oleh orang tua di rumah.
  1. Mengubah harapan. Yaitu mengubah harapan dari orang-orang penting bagi anak yaitu pola asuh orang tua atau gaya belajar dari guru yang sama seperti anak normal pada umumnya, atau bahkan karena anak tidak dapat memenuhi kebuuthannya dianggap anak tidak dapat menyesuaikan diri. Harapan tersebut harus diubah bahwa setiap anak membuuthkan layanan belajar dan pola asuh yang berbeda untuk mengoptimalkan potensinya.
  1. Model indentifikasi peran. Yaitu dengan mengundang orang atau guru yang berhasil dalam kariernya. Sebaiknya orang atau guru tersebut harus memiliki sikap :
  • Peduli tentang anak asuhnya
  • Sama jenis kelamin
  • Memiliki persamaan ciri fisik, gama, ras, latar belakang sosial ekonomi
  • Keterbukaan
  • Memiliki waktu
  1. Koreksi penyimpangan. Prestasi belajar kurang sebagai hasil kurang perhatiannya di kelas, cara belajar yang salah, dan unjuk kerja kurang. Diperlukan tutoring, namun sebaiknya dilakukan bukan oleh orang tua sendiri, melainkan orang dewasa yang sangat dekat, memahami masalah dan bertindak hati-hati, sehingga anak belajar mandiri karena didorong oleh tutor.
  1. Modifikasi kekuatan pengulang. Yaitu dengan memberikan reward, namun jangan memebrikan reward kalau pekerjaannya tidak selesai. Perhatian orang dewasa terhadap ahsil kerjanya merupakan ganjaran (reward) yang dapat meningkatkan motivasi intrinsik anak dan lebih baik daripada berbagai ganjaran yang menjadikan ekstrinsik (Rimm, dalam Colangelo, 1991) ,model di atas disebut model trifocal.

Semoga dengan gambaran tersebut di atas akan menjadikan kita sebagai seorang guru yang mau memahami potensi dan membantu untuk mengembangkannya agar kelak potensi mereka tidak terabaikan dengan sia-sia dan mereka menjadi anak-anak yang bermanfaat.Mampukah kita menjadi guru buat mereka-mereka? (humassdilh/abuaga)

Heri Murtomo, S.Pd. (Guru SD Integral Luqman Al Hakim Surabaya)

SMP Al-Madinah — Tiap tanggal 25 November kita memperingati hari bersejarah bagi para guru, yakni peringatan Hari Guru Nasional (HGN) dan HUT PGRI. Tahun 2014 ini adalah peringatan ke-69, usia yang tidak muda lagi. Usia yang menunjukkan kematangan jika di-qiyas-kan pada diri guru sebagai insan pendidik anak bangsa. Peringatan hari guru bisa dijadikan momentum untuk merefleksi dan muhasabah diri dalam mengemban amanah dan mengabdi dengan sepenuh hati.

Dalam filosofi Jawa, guru adalah sosok yang “digugu dan ditiru”. Yakni sosok yang dipercaya, dianut dan ditauladani. Maka muncul pertanyaan, sebagai seorang guru sudahkah kita patut dipercaya, dianut, dan ditauladani? Pertanyaan ini cukup kita tanyakan kepada hati kita sendiri. Tentunya sambil memperbaiki dan menambal sulam kekurangan diri. Guru mempunyai tanggung jawab yang besar. Di pundak guru-lah masa depan sebuah bangsa dan negara berada. Di tangan merekalah nasib anak bangsa ditentukan.

Problematika dunia pendidikan Indonesia semakin kompleks. Mutu pendidikan yang rendah menjadi penyebab utama rendahnya kualitas generasi bangsa. Rendahnya mutu pendidikan itu salah satunya dipengaruhi oleh kurikulum pendidikan. Kurikulum yang selalu berubah seiring bergantinya pemegang kebijakan, kualitas sumber daya manusia (SDM) pendidik yang lemah, dan biaya pendidkan yang tinggi menjadi permasalahan klasik yang belum terpecahkan. Sehingga tidak heran, muncul istilah “produk gagal” ketika mencetak generasi bangsa.

Masih banyak lagi problematika pendidikan Indonesia yang belum menemukan solusi. Jika dibiarkan berlarut-larut, tentu akan berdampak besar dan fatal bagi keberlangsungan hidup bangsa dan Negara.

Guru Profesional

Dalam membentuk guru professional yang berkarakter Nabi, tiada cara selain dengan meningkatkan kualitas guru. Dalam dunia pendidikan, guru adalah ujung tombak. Guru menduduki posisi tertinggi dalam mentransformasikan ilmu dan karakter kepada anak didiknya. Guru-lah yang terjun langsung berinteraksi dengan peserta didik dalam pembelajaran. Disinilah kualitas pendidikan terbentuk dan ditentukan oleh kualitas guru yang bersangkutan.

Anak didik di-amanah-kan langsung oleh orang tuanya untuk dibimbing sepenuhnya di sekolah. Seorang guru harus siap memikul dan menjaga amanah itu dengan sebaik-baiknya. Oleh karena itu, seorang guru harus memiliki semangat yang besar, pantang putus asa, kuat mental dan selalu siap sigap dalam mengemban amanah mulia ini.

Ki Hajar Dewantara, Bapak Pendidikan Indonesia mempunyai semboyan “Ing ngarso sung tulodho, ing madyo mangun karso, tut wuri handayani’ yang artinya di depan kita memberi contoh, di tengah membangun prakasa dan bekerjasama, di belakang memberi daya semangat dan dorongan. Kesimpulanya, guru yang baik adalah disamping menjadi suri tauladan dan panutan baik ucapan, sikap dan perilakunya, guru juga harus mampu menggugah semangat dan memberikan dorongan moral dari belakang, agar anak didik tergugah motivasinya dalam menggapai cita-cita

Untuk menjadi guru yang professional berkarakter nabi, hendaknya seorang guru tidak hanya mengajar (transfer of knowledge) ilmu duniawi semata. Guru juga harus mampu menanamkan nilai-nilai moral dan akhlak. Dalam setiap proses kegiatan belajar mengajar guru harus mampu mengkorelasikan, nilai-nilai materiil kebendaan dengan nilai-nilai spiritual keagamaan. Sehingga dapat mengubah pola pikir, ucapan, perilaku dan membentuk pemahaman bahwa seluruh alam semesta beserta isinya adalah ciptaan Tuhan yang Maha Esa.

Guru Berkarakter Nabi

Allah Swt. berfirman dalam Qs. Al Ahzab ayat 21, yang artinya “Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu yaitu bagi orang yang mengharap rahmat Allah dan kedatangan hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.”  Ayat ini menegaskan bahwasa telah ada pada diri Rasulullah Saw, suatu uswah dan qudwah bagi umatnya. Contoh dan Tauladan dari Rasulullah Saw. inilah yang hendaknya menjiwai dan menjadi pegangan bagi para pendidik Islam.

Empat hal paling mendasar yang patut diteladani dari Rasulullah Saw sebagai seorang pendidik muslim, diantaranya adalah sifat dan karakter Shiddiq (Trust), Amanah (Responsibility), Tabligh (Communication) dan Fathonah (Smart).

Shiddiq (Trust) yaitu seorang guru haruslah orang jujur. Jujur apa yang disampaikan itu adalah benar tanpa mengurangi atau menambahinya. Misalnya, dalam konteks pembelajaran, karena belum bisa menjawab pertanyaan dari murid, hendaknya mengatakan “Maaf saya belum tahu”. Tentunya sambil mencari jawabannya.

Amanah (Responsibility) yaitu guru harus sadar bahwa siswa adalah amanah dari orang tuanya dan dari Allah Swt, yang harus dididik dengan benar dan dicetak menjadi anak yang baik. Sehingga Guru bertanggungjawab sepenuhnya terhadap apa yang diajarkannya. Serta dapat menjalankan amanah tersebut dengan sungguh-sungguh serta ikhlas semata-mata mengharap Ridho-Nya.

Tabligh (Communication) yaitu guru haruslah selalu menyampaikan materi pembelajarannya dengan komunikasi yang baik, jelas, akurat, padat dan mudah dipahami. Sehingga transfer of knowledge kepada siswa akan lebih efektif dan efisien. Tentunya dalam kaitan ini, guru sudah harus menyiapkan perangkat pembelajaran yang ideal.

Fathonah (Smart) yaitu guru haruslah menguasai metode pembelajaran dalam kelas yang efektif, menyiapkan perangkat pembelajaran, menguasai ilmu yang akan disampaikan, dan terus berupaya mengasah serta menambah ilmunya.

Guru yang ideal bisa diimplementasikan dari kepanjangan kata “GURU” yaitu Gagasan, Usaha, Rajin dan Ulet. Seorang guru harus kaya dengan gagasan dan ide kreatif. Hal ini menjadikan peserta didik lebih berkembang dan inovatif. Ide tidak akan berjalan jika hanya direncanakan, harus ada usaha maksimum mewujudkannya. Ide dan usaha harus dilandasi dengan kerajinan. Guru harus sungguh-sungguh melaksanakan tugas hingga mencapai yang diharapkan. Jikalau ketiganya bisa berjalan dengan baik, maka sifat ulet (istiqomah) harus ada pada diri seorang guru. Segala perbuatan tanpa sifat istiqomah, maka akan sulit menggapai kesuksesan. Guru yang berhasil mengantarkan kesuksesan belajar siswanya, tidak lepas dari pertolongan dari Allah Swt. Karena itulah, guru harus mendoakan anak didik dalam setiap munajatnya.

Dengan tangan dingin guru, dengan sikap dan sifat lemah lembutnya, semoga kelak lahir pemimpin bangsa yang tangguh. Pemimpin yang mampu membawa kejayaan negeri tercinta ini. Semoga diusianya yang ke-69, guru mampu memberikan persembahan terbaik kepada negeri ini, mampu memberikan sesuatu yang membanggakan bangsa ini, Aamiin. Selamat Hari Guru Nasional.

 Danang “Soeto Wijoyo” Muslim (Karyawan SD Luqman Al Hakim Surabaya)

SMP Al-Madinah — Ada sebagian orang mempunyai cita-cita untuk menjadi seorang guru. Tetapi tidak sedikit pula diantaranya yang tidak bercita-cita guru tetapi “terpaksa” berprofesi sebagai guru. Guru adalah profesi yang sangat mulia. Karena keberadaan gurulah yang membuat seseorang menjadi presiden, menteri, politisi, profesor, pengusaha atau profesi yang lain.

Begitu mulianya tugas seorang guru. Mengajari anak orang supaya bisa membaca, menulis, dan berhitung serta memperoleh ilmu pengetahuan. Mendidik anak orang supaya menjadi manusia yang baik dan bermanfaat untuk orang banyak. Dengan demikian, sungguh berat sebenarnya tugas seorang guru.

Guru mengajar dan mendidik siswa dalam rangka mencetak generasi penerus bangsa yang berkualitas, berakhlak mulia, serta mampu melakukan perubahan-perubahan di tengah masyarakat. Bisa dikatakan bahwa gurulah tolok ukur keberhasilan dunia pendidikan di negri ini. Di tangan gurulah masa depan generasi muda ini ditentukan. Oleh karena itu, guru mesti berhati-hati dalam menjalankan tugas mulia ini. Jika salah dalam mendidik mereka, maka akan salah pula nanti produk pendidikan yang dihasilkan.

Dalam pendidikan, yang akan kita cetak itu adalah manusia. Bukan tepung terigu dan telur yang tidak pernah protes meskipun kita campur aduk dengan bahan apapun. Karena yang dicetak adalah makhluk hidup, kita harus lebih banyak belajar dan terus meningkatkan ketrampilan dalam mencetaknya. Agar output yang dihasilkan juga sesuai dengan yang diharapkan. Output yang diharapkan tentunya adalah siswa yang bukan hanya baik saja, tetapi juga harus benar. Oleh karena itu, guru sebagai pencetaknya, juga harus melakukan pengajaran dan pendidikan dengan cara yang baik dan benar. Ingat, baik saja belum cukup. Sesuatu yang baik, belum tentu benar. Mengajar adalah sesuatu yang baik, tetapi belum tentu mengajar dengan cara yang benar. Oleh karena itu, baik dan benar harus menjadi satu kesatuan yang utuh, yang berjalan bersama-sama dan tidak ada yang boleh tertinggal.

Seorang guru adalah seorang pendidik. Pendidik ialah “orang yang memikul tanggung jawab untuk membimbing”. Pendidik tidak sama dengan pengajar, sebab pengajar itu hanya sekedar menyampaikan materi pelajaran kepada murid. Prestasi yang tertinggi yang dapat dicapai oleh seorang pengajar apabila ia berhasil membuat murid memahami dan menguasai materi pengajaran yang diajarkan kepadanya. Tetapi seorang pendidik bukan hanya bertanggung jawab menyampaikan materi pengajaran kepada murid saja tetapi juga membentuk kepribadian seorang anak didik berkualitas tinggi.

Untuk menjadi seorang pendidik yang baik, Imam Al-Ghazali menetapkan beberapa kriteria yang harus dipenuhi oleh seorang guru. Al-Ghazali berpendapat bahwa guru yang dapat diserahi tugas mendidik adalah guru yang selain cerdas dan sempurna akalnya, juga guru yang baik akhlaknya dan kuat fisiknya. Dengan kesempurnaan akal ia dapat memiliki berbagai ilmu pengetahuan secara mendalam, dan dengan akhlaknya yang baik ia dapat menjadi contoh dan teladan bagi para muridnya, dan dengan kuat fisiknya ia dapat melaksanakan tugas mengajar, mendidik dan mengarahkan anak-anak muridnya.

Selain sifat-sifat umum yang harus dimiliki guru sebagaimana disebutkan di atas, seorang guru juga harus memiliki sifat-sifat khusus atau tugas-tugas tertentu sebagai berikut :

1. Meluruskan niat

Dalam rukun sholat yang pertama adalah niat. Tujuannya adalah untuk menata hati agar antara pikiran, hati, dan pikiran menjadi satu kesatuan dalam beribadah. Begitu juga dengan menjadi guru. Hal yang harus dilakukan pertama kali adalah meluruskan niat. Kalau profesi guru hanya sekedar pelarian saja, tidak dapat pekerjaan lain, kebutuhan PNS guru lebih besar dibandingkan dengan PNS lainnya, dan karena banyak hal yang lain. Jika begini, maka kita tidak akan pernah memiliki target dan visi yang jelas ketika menjadi guru. Mungkin cenderung hanya berorientasi pada materi semata, bukan keberhasilan pendidikannya. Oleh karena itu, sebelum menjalani profesi sebagai guru atau yang sudah menjadi guru, maka wajib meluruskan niat lagi.

2. Memiliki akhlak yang mulia

Guru sering diartikan ”digugu dan ditiru”. Nah, ini berarti bahwa guru merupakan suri tauladan bagi murid-muridnya. Segala gerak-gerik, perkataan, dan tingkah laku guru sedikit banyaknya akan dicontoh oleh murid-muridnya. Oleh karena itu, seorang guru mesti mencontohkan akhlak yang mulia bagi murid-muridnya. Agar mereka juga bisa menjadi manusia yang berakhlak mulia.

Maka hindarilah sifat-sifat tercela seperti membenci, marah yang berlebihan, mengeluarkan kata-kata kasar dan kotor, mencaci maki murid, dendam terhadap murid, dan berlaku tidak sopan terhadap murid. Hargailah murid terlebih dahulu sebelum meminta murid untuk mengahargai guru. Sayangilah murid, sebagaimana kita sayang pada anak sendiri. Jika tidak mampu untuk menampilkan akhlak yang mulia, maka kecil harapan untuk bisa mencetak siswa yang berakhlak mulia.

3. Senantiasa belajar

Belajar tidak harus tentang pelajaran atau ilmu pengetahuan. Belajar dalam kehidupan ini bisa bermakna luas. Untuk selalu menjadi baik itu juga merupakan salah satu bentuk belajar. Jika sekarang sudah baik, berusahalah terus untuk menjadi lebih baik dihari-hari berikutnya. Jika belum baik, maka perbaiki diri kita mulai sekarang dan terus ditingkatkan untuk hari-hari berikutnya. Jika hari ini masih salah dalam memperlakukan murid, maka belajarlah untuk memperbaikinya di lain waktu. Dengan demikian, murid juga akan mencontoh kebiasaan itu, yakni senantiasa belajar untuk menjadi lebih baik.

4. Pandanglah murid sebagai manusia yang berpotensi

Jangan pandang murid seperti gelas kosong yang siap dituangi air sampai penuh, bahkan meluber. Setiap manusia pasti memiliki potensi, guru tinggal menggali dan mengembangkannya saja. Dengan demikian, proses belajar akan lebih bermakna dan memperoleh hasil yang maksimal.

5. Jangan pernah merasa selalu benar

Setiap manusia tidak ada yang sempurna. Meskipun guru lebih tua dari murid, tetap saja berpeluang untuk salah. Dan murid, meskipun lebih muda dan mungkin ilmuya belum banyak. tetap berpeluang untuk lebih benar. Maka jangan merasa benar sendiri. Mengajar itu ibadah, jangan pernah berputus asa atas berbagai masalah selama menjalani proses pendidikan ini.

Sudahkah anda menjadi guru yang baik dan benar?

Adi Purwanto, M.Pd (Guru SD Luqman Al Hakim Surabaya)